Qiro’ah, tadarus, tilawah, murotal dalam bahasa kita diartikan dengan satu pengertian yang sama, yakni “membaca”. Kalau kita kembalikan kepada pengertian asal katanya (bahasa arab), masing-masing kata tersebut mempunyai konotasi yang berlainan. Dan dalam pemaparan ayat-ayat di dalam Al-Quran sendiri, penggunaan masing-masing kata tersebut mempunyai konteks & subyek yang khas dan berbeda.
Walaupun pada tulisan ini, tidak akan mengkaji terminologi, linguistik, serta tafsir tentang masing-masing istilah-istilah tersebut, tapi --Insya Allah-- merupakan “main perspective” tentang perkara tersebut.
Singkatnya, “Membaca Al-Quran” (Al-Kitab/wahyu), ada 4 cara, yakni;
1. Membaca lafadz aslinya (arabnya).
Cara membaca yang ini, membutuhkan satu tool tersendiri, yakni memahami symbol-symbol atau teks/huruf hijaiyah (arab). Dan ada serangkaian prosedur baku; tajwid, mahroj, harokah, dll. Walaupun secara teknis bisa juga dilakukan dengan bersuara mengikuti (membeo) si pembaca aslinya atau berupa hafalan.
Cara membaca yang demikian ini, praktis bisa dilakukan oleh semua orang. Tidak peduli orang muslim atau non-muslim, fasiq, munafik, semuanya bisa melakukan cara membaca yang ini.
2. Membaca arti, maknanya (terjemahanan).
Cara membaca yang kedua ini, sama juga membutuhkan satu tool khusus, yakni menguasai nahwu, sorof, mantiq, dll. Walaupun pada praktisnya di zaman sekarang dengan tehnologi yang sudah maju, keberadaan mushaf ini (Al-Quran terjemahan) sudah bisa diakses oleh semua orang dari mana saja, kapan saja.
Berbeda dengan kondisi zaman kakek-nenek buyut cicit kita, keberadaan kitab (buku) yang masih sangat terbatas, ketika ingin mengetahui arti / makna Al-Quran, harus berinteraksi langsung dengan sosok personal (Kyai, Ajengan, Syekh, Tengku, dst) yang menguasai bahasa arab hingga mampu memberikan arti/terjemahannya.
Secara essensi, dulu dan sekarang sama saja.
Intinya, kinerja membaca Al-Quran dengan cara yang ke-2 ini, bermodalkan akal (intelektual), yakni berkutat tentang pemahaman dan pengertian. Dan sifatnya masih sama dengan cara membaca yang ke-1, karena cara membaca yang ke-2 ini juga bisa dilakukan oleh baik yang muslim maupun orang non-muslim, fasiq, munafik, dll. Dan mereka memang benar-benar melakukanya.
3. Membaca dengan hati
Cara membaca yang ke-3 ini, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang mukmin saja. Yakni membaca Al-Quran yang bukan saja aktifitas si mata, telinga, lisan dan akal saja, tetapi merupakan kinerja “hati”.
Gambaran cara membaca yang ke-3 ini, sebagai misal di surat kabar ada teks “GEMPA BESAR DI PADANG, ANAK 7 TAHUN TERKURUNG DALAM RERUNTUHAN SELAMA 5 HARI”
Membaca teks tersebut, reaksi yang terjadi pada diri kita, tersentuh, bergejolak, antara sedih, prihatin, iba, sampai menangis mungkin, dst. Kadang mengakibatkan makan dan minum jadi tidak enak, tidak nyaman, setelah membaca itu. Apalagi kalau anak tersebut adalah anak kita sendiri atau adik atau keponakan yang kita sayangi……. Tentu gejolak hati kita akan lebih sensasional….
Secara normatif pada teks yang tertulis, tidak ada kata-kata yang menyuruh kita untuk menangis, atau untuk bersikap resah, dst.
Demikianlah kira-kira gambaran membaca dengan hati.
Mirip, ketika cara membaca yang ke-3 ini dilakukan pada Al-Quran, maka respon si pembacanya akan bergejolak. Menjadi tambah tenang, tenteram, bersemangat, ketika “kabar gembira” yang dibaca, atau menjadi prihatin dan sangat hati-hati ketika “ancaman/peringatan” yang terbaca, menjadi sedih, menangis, iba, terhadap nasib manusia-manusia yang lain, dst. Hal demikian ini biasanya merupakan sebuah reflek spontan otomatis, bukan hal yang dibuat-buat.
Dan cara membaca yang demikian ini, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang beriman saja.
4. Membaca dengan langkah (konkrit)
Cara membaca yang keempat ini sifatnya sama dengan cara membaca yang ke-3, yakni hanya bisa dilakukan oleh kelompok orang-orang beriman saja.
Analoginya seperti sebuah bangunan katakanlah namanya Gedung Mawar. Sebelum bangunan Gedung Mawar itu ada atau eksist, si insinyur membuat design gambar atau blue print bangunan Gedung Mawar itu terlebih dahulu.
Untuk menjadikan sebuah gambar hingga mewujud menjadi bangunan fisik yang real, dibutuhkan effort yang tidak sedikit dari Si Pembangun (kontrakror). Proses linear dengan tahapan yang definitif, spesifikasi item-item yang standard, kadang malah agak rumit dikit, koordinasi solid lintas bagian dan divisi, dst.
Inilah proses “membangun” yang merupakan sebuah indikator mutlak: memahami gambar/blue print, baik dalam scope (1)Kemampuan teknis tentang gambar serta aktualisasinya (2)Kesadaran adanya “ikatan kontrak” antara gambar/blue print tsb dg dirinya.
Itulah gambaran cara membaca yang ke-4. Kertas blue print/gambar dari Gedung Mawar tersebut, ibarat mushaf Al-Quran-nya. Sedang, Bangunan Gedung Mawar yang secara fisikal eksist; itulah wujud Al-Quran (yang terimplementasikan).
Membaca Al-Quran dengan cara yang ini, ada serangkaian prosedur baku (syarat, rukun) yang mengkerangkainya, seperti misal harus dilakukan secara kolektif dan sistematis serta integral (tidak individual personal parsial); proses step by step, berangsur-angsur (tartil); dst.
Cara membaca yang inilah yang punya implikasi “pahala” atau balasan yang baik dari Allah pada masa akhirat. Dan menghantarkan pada ujung muara “rohmatan lil ‘alamin”
Sudahkah kita membaca Al-Quran?
Membaca dengan mengunakan cara yang manakah yang kita lakukan?
Kebanyakan forum pengajian di sekitar kita menyelenggarakan dan mengajarkan cara membaca yang ke-1 dan ke-2. Cara membaca yang ini, memang penting untuk modal awal dan juga harus kita lestarikan.
Dan --barangkali-- jarang kita jumpai pihak-pihak yang “mengajak” membaca Al-Quran dengan cara yang ke-3 dan ke-4.
Nabi Muhamad SAW pernah bersabda yang terjemahan bebasnya kurang lebih; Pada suatu zaman nanti, banyak orang membaca Al-Quran, tapi mereka malah dilaknat oleh Al-Quran.
Barangkali yang dimaksudkan hadist tersebut adalah aktifitas “membaca” yang cara ke-1 &/ ke-2 saja, dengan mengacuhkan cara membaca yang ke-3 dan ke-4.
Wallahua’lam.
*Image sumbernya dari sini: http://beckbelajar.blogspot.com/2011/09/al-quran-dalam-pengembangan-pemahaman.html
*Image sumbernya dari sini: http://beckbelajar.blogspot.com/2011/09/al-quran-dalam-pengembangan-pemahaman.html
1 komentar:
makasih infonya sangat membantu saya...
Posting Komentar